Hukum Ucapan Selamat Hari Raya
Di antara penghormatan yang dituntunkan pada hari
ied yang merupakan faktor yang sangat efektif untuk mewujudkan kesatuan dan
kedekatan hati adalah ucapan selamat hari raya yang diucapkan oleh para sahabat
ketika bersua dengan sesama mereka.
Ucapan selamat ini tidak hanya berlaku untuk idul
fitri saja bahkan berlaku untuk dua hari raya idul fitri dan idul adha.
Sebagian orang beranggapan bahwa ucapan selamat
hari raya tersebut hanya berlaku untuk idul fitri tanpa iedul adha. Ini adalah
pendapat yang aneh, tidak berdalil dan tidak demikian yang dicontohkan oleh
para shahabat Nabi.
Riwayat-riwayat tentang ucapan selamat hari raya
وردت طائفة طيبة من الآثار جاء فيها ذكر التهنئة بالعيد واستحبابها ، ذكر منها البيهقي طائفة لا بأس بها في سننه الكبرى ( ج3 / 319 ).
Ada sejumlah riwayat yang menyinggung ucapan
selamat hari raya bahkan menganjurkannya. Sebagian besar diantaranya telah
disebutkan oleh al Baihaqi dalam Sunan Kubro juz 3 hal 319.
Al Baihaqi mengatakan, “Bab berisi riwayat
tentang ucapan selamat ketika hari ied dengan kata-kata taqabballahu minna wa
minka”
Dari Khalid bin Ma’dan, “Aku berjumpa dengan
Watsilah bin al Asqa’ pada hari ied lantas kukatakan taqabbalallu minna wa
minka”. Jawaban beliau, “Na’am, taqabbalallahu minna wa minka”. Watsilah lantas
bercerita bahwa beliau berjumpa dengan Rasulullah pada hari ied lalu beliau
mengucapkan, “taqabbalallu minna wa minka”. Jawaban Rasulullah adalah“Na’am,
taqabbalallahu minna wa minka”
Abu Saad al Maliyani juga meriwayatkan dengan
sanad yang sama dengan yang di atas sampai ke Watsilah bin al Asqa’, beliau
mengatakan, “Aku berjumpa dengan Rasulullah pada hari ied lalu kukatakan,
“taqabbalallu minna wa minka”. Jawaban Rasulullah adalah“Na’am, taqabbalallahu
minna wa minka”
Al Hafizh Abu Ahmad bin Adi mengatakan, “Hadits
ini statusnya adalah munkar (baca:lemah). Setahuku tidak ada yang meriwayatkan
dari Baqiyah kecuali Muhammad bin Ibrahim ini”.
Al Baihaqi mengatakan, “Aku pernah menjumpai
sanad yang lain dari Baqiyyah secara mauquf, bukan marfu namun aku tidak
menilainya sebagai hadits yang mahfuzh”
قلت : بقية مدلس ، وقد عنعنه ، ثم قد اختلف عليه فيه فمرة يرويه مرفوعا وأخرى
موقوفا ، فالحديث ضعيف لهاتين العلتين والله أعلم .
Kesimpulannya, Baqiyah adalah seorang mudallis
dan dalam sanad di atas dia menggunakan ‘an yang berarti dari. Yang kedua
riwayat dari Baqiyah itu kontradiktif terkadang dalam bentuk marfu’ dan
terkadang dalam bentuk mauquf. Sehingga hadits di atas adalah hadits yang lemah
dengan dua sebab di atas.
كنا نقول لعمر بن عبد العزيز في العيدين تقبل الله منا، ومنك يا أمير المؤمنين فيرد علينا ولا ينكر ذلك علينا .
Dari Adham, bekas budaknya Umar bin Abdul Aziz,
“Kami mengatakan kepada Umar bin Abdul Azizi ketika Iedul Fitri dan Adha,
taqabbalallu minna wa minka wahai pemimpin orang-orang yang beriman. Beliau menjawab
ucapan kami dan tidak menyalahkan kami”.
Ibnu Turkumani dalam Dzail (baca:tambahan) beliau
untuk Sunan Kubro yang berjudul al Jauhar al Naqiyyi ‘ala Sunan al Baihaqi juz
3 hal 320 mengatakan, “Dalam masalah ini terdapat hadits dengan kualitas jayyid
yang tidak disebutkan oleh al Baihaqi. Itulah hadits Muhammad bin Ziyad, “Aku
bersama dengan Abu Umamah al Bahili dan sejumlah sahabat Nabi yang lain. Jika
mereka pulang dari shalat Ied sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang
lain taqabbalallahu minna wa minka”. Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa sanad
hadits ini adalah berkualitas jayyid.
Al Albani dalam Tamam al Minnah 355-356 setelah
membawakan perkataan Ibnu Turkumani dalam al Jauhar al Naqiyy mengatakan, “Ibnu
Turkumani tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkan atsar tersebut. Sedangkan
Suyuthi mengatakan bahwa atsar tersebut diriwayatkan oleh Zahir dengan sanad
yang hasan dari Muhammad bin Ziyad al Alhani, “Aku melihat Abu Umamah al Bahili
mengucapkan taqabbalallahu minna wa minkum kepada kawan-kawannya”.
Kesimpulannya atsar di atas adalah riwayat yang
sahih berdasarkan penilaian tiga pakar hadits, Imam Ahmad, Ibnu Turkumani dan
Suyuthi.
Dalam Fathul Bari juz 2 hal 446, al Hafizh Ibnu
Hajar mengatakan, “Kami mendapatkan riwayat dalam al Mahamiliyyat dengan sanad
yang hasan dari Jubair bin Nufair, beliau menceritakan bahwa para shahabat Nabi
jika saling berjumpa pada hari ied mereka saling mengatakan taqabbalallahu
minna wa minka”.
Bacalah Tamam al Minnah karya al Albani pada hal 354-355.
وفيه من الفوائد :
Beberapa petikan pelajaran
1- قوله : كنت مع أبي أمامة الباهلي رضي الله عنه .. حرص التابعين على التعلم من الصحابة والاقتداء فيما يقومون به من أعمال .
Pertama, atsar dari Abu Umamah
menunjukkan betapa besar antusias para tabiin untuk belajar dari para shahabat
dan meneladani amal yang dilakukan oleh para shahabat.
Kedua, atsar dari Abu Umamah dan
dari Jubair bin Nufair menunjukkan bahwa ucapan taqabbalallahu minna wa minka
itu dilakukan oleh sejumlah sahabat, bukan hanya Abu Umamah al Bahili.
Ketiga, ucapan ini diucapkan sepulang para sahabat dari shalat ied.
4- وأن ذلك يكون منهم في يوم العيد كما جاء في رواية جبير بن نفير قال: كان أصحاب رسول الله إذا التقوا يوم العيد يقول بعضهم لبعض:تقبل الله مناومنك.
Keempat, ucapan tersebut
diucapkan oleh para shahabat pada hari ied sebagaimana dalam atsar dari Jubair
bin Nufair.
Penjelasan Para Ulama tentang Ucapan Selamat Iedوقد سئل شيخ الإسلام ابن تيميه قدس الله روحه : هل التهنئة في العيد وما يجري على ألسنة الناس : < < عيدك مبارك >> وما أشبهه ، هل له أصل في الشريعة ؟ أم لا؟ وإذا كان له أصل في الشريعة فما يقال ؟ أفتونا مأجورين .
Ibnu Taimiyyah pernah ditanya, “Apakah ucapan
selamat hari raya yang biasa diucapkan oleh banyak orang semisal “Ied Mubarak”
memiliki dasar dalam agama ataukah tidak? Jika memang memiliki dasar dalam
ajaran agama lalu ucapan apa yang tepat? Berilah kami fatwa”.
Jawaban Ibnu Taimiyyah, “Ucapan taqabbalallahu
minna wa minka atau ucapan ahalahullahu ‘alaika yang dijadikan sebagai ucapan
selamat hari raya yang diucapkan ketika saling berjumpa sepulang shalat hari
raya adalah ucapan yang diriwayatkan dari sejumlah shahabat bahwa mereka
melakukannya. Karenanya banyak ulama semisal Imam Ahmad membolehkan hal
tersebut.
Akan tetapi Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau
mendahului untuk mengucapkan selamat hari raya namun jika ada yang memberi
ucapan selamat hari raya kepadaku maka pasti akan aku jawab”. Beliau mengatakan
demikian karena menjawab penghormatan hukumnya wajib sedangkan memulai
mengucapkan selamat hari raya bukanlah sunnah Nabi yang diperintahkan, bukan
pula hal yang terlarang.
Siapa yang memulai mengucapkan selamat hari raya
dia memiliki teladan dari para ulama dan yang tidak mau memulai juga memiliki
teladan dari kalangan ulama”.
Perkataan Ibnu Taimiyyah ini ada di Majmu Fatawa
jilid 24 hal 233 dan di Fatawa Kubro jilid 2 hal 371.
Ibnu Dhawayan al Hanbali dalam Manar al Sabil
jilid 1 hal 100 mengatakan, “Tidaklah mengapa mengucapkan taqabbalallahu minna
wa minka. Demikianlah yang ditegaskan dalam mazhab Ahmad. Imam Ahmad
mengatakan, “Ucapan tersebut tidaklah mengapa diucapkan. Para penduduk Syam
telah meriwayatkan atsar tersebut dari Abu Umamah dan dari Watsilah bin al
Asqa’”.
Syaikh Shalih al Balihi dalam kitabnya al
Salsabil fi Ma’rifati al Dalil jilid 1 hal 209 mengatakan setelah membahas
shalat dua hari raya mengatakan,
“Boleh hukumnya mengucapkan ucapan selamat hari
raya dengan ucapan yang beredar di masyarakat asalkan tidak ada unsur yang
terlarang dalam ucapan tersebut”.
Setelah itu beliau menyebutkan hadits Watsilah
dan Abu Umamah ditambah ucapan Imam Ahmad. Kemudian beliau mengatakan, “Di
antara dalil yang menunjukkan bolehnya ucapan selamat hari raya adalah riwayat
yang berisi ucapan para malaikat kepada Adam setelah Adam berhaji, “Moga jadi
haji mabrur”. Dalil yang lain adalah ucapan selamat yang diberikan oleh Thalhah
kepada Kaab bin Malik ketika Allah menerima taubat Kaab.
Demikian pula, ucapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada Ubay bin Kaab, “Moga ilmu itu menjadi suatu yang mudah bagimu”
dalam sebuah kisah yang terkenal”.
Riwayat yang melarang ucapan selamat hari raya
لم يصح في ذلك شيء ولله الحمد والمنة .
Tidak ada satupun riwayat yang shahih terkait hal ini.
قال البيهقي رحمه الله في السنن الكبرى: (ج3 / 319 –320 ).
وقد روي حديث مرفوع في كراهية ذلك ولا يصح .
Al Baihaqi dalam Sunan Kubro juz 3 hal 319-320
mengatakan, “Terdapat hadits marfu’ yang melarang ucapan selamat hari raya
namun hadits tersebut bukanlah hadits yang shahih”.
Setelah itu al Baihaqi membawakan hadits dari
Ubadah bin Shamit, Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ucapan yang diucapkan
oleh banyak orang ketika dua hari raya yaitu ucapan taqabbalallahu minna wa
minkum. Nabi bersabda, “Itu adalah perbuatan Yahudi dan Nasrani”. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukainya.
قاله البخاري .
Al Baihaqi mengatakan, “Salah seorang perawi
hadits di atas yaitu al Khalid bin Zaid adalah munkarul hadits”.
Di samping itu di dalam sanadnya juga terdapat
Nu’aim bin Hammad. Meski beliau adalah seorang imam dalam sunnah dan seorang
yang keras dengan ahli bid’ah, beliau dinilai lemah dikarenakan beliau sering
bersendirian dalam meriwayatkan riwayat-riwayat yang munkar.
Berdasarkan uraian di atas maka hadits di atas
adalah hadits yang lemah dengan dua alasan. Pertama kelemahan perawi yang
bernama Nu’aim bin Hammad dan al Khaliq bin Zaid. Kedua riwayat tersebut
bertolak belakang dengan berbagai riwayat lain yang shahih yang menunjukkan
dianjurkannya ucapan selamat pada dua hari raya.
وعليه فهذا هو الراجح لثبوته عن السلف ،وخاصة الصحابة منهم في فعل التهنئة ،
Kesimpulannya, yang benar ucapan selamat dengan taqabbalallahu minna wa minka adalah perbuatan yang disyariatkan karena telah dipraktekkan oleh salaf, terlebih lagi para shahabat.
وما ذهب إليه هؤلاء الأئمة الأعلام الذين ذكرت لك أقوالهم آنفا.
Inilah yang menjadi pendapat para ulama yang perkataan mereka telah dikutip di atas.
مسألة : هل تختص التهنئة بعيد الفطر دون عيد الأضحى أم هي عامة :
Apakah ucapan selamat hari raya hanya berlaku
untuk iedul fitri saja ataukah untuk semua hari raya?
Tidak ada hadits marfu’ sampai kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam atau atsar dari shahabat dan tabiin-sebatas
pengetahuan kami-yang menyebutkan bahwa ucapan selamat hari raya itu hanya
berlaku untuk iedul fitri saja. Bahkan terdapat riwayat yang sebaliknya.
Riwayat tersebut terdapat dalam Sunan Kubro karya
al Baihaqi pada juz 3 hal 319. Dari Adham, bekas budaknya Umar bin Abdul Aziz,
“Kami mengatakan kepada Umar bin Abdul Azizi ketika Iedul Fitri dan Adha, taqabbalallu
minna wa minka wahai pemimpin orang-orang yang beriman. Beliau menjawab ucapan
kami dan tidak menyalahkan kami”.
Dua ied dalam riwayat di atas tentu maknanya
adalah ied yang dikenal dalam syariat yaitu Iedul Fitri dan Iedul Adha.
Tambahan lagi tidak ada dalam Islam dua ied tahunan kecuali dua hari tersebut.
Di samping itu bahasan tentang ucapan selamat
berupa taqabbalallahu minna wa minka disebutkan oleh para ulama dalam bab
shalat dua hari raya. Andai yang diinginkan hanyalah iedul fitri tentu para
ulama akan menegaskannya agar penjelasan mereka tidak dipahami dengan dua hari
raya yang dikenal oleh kaum muslimin.
Demikian pula, dengan alasan apa kita bedakan
iedul fitri dengan iedul adha padahal masing-masing dari keduanya adalah hari
raya yang datangnya setelah sebuah ibadah yang dikerjakan oleh seorang muslim
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah? Mengapa ucapan taqabbalallahu minna
wa minka hanya dikhususkan untuk Iedul Fitri tanpa Iedul Adha? Selain itu,
bacaan ini tidaklah berasal dari Nabi namun dari para shahabat.
0 komentar:
Posting Komentar