SELAYANG PANDANG KETUPAT



SELAYANG PANDANG KETUPAT
Ketupat, tentunya sudah kita kenal sejak dulu terutama populer manakala menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Hari Raya Idul Adha. Ketupat adalah sejenis makanan yang terbuat dari nasi dan dibungkus oleh daun kelapa muda atau dikenal juga dengan janur. Umumnya ketupat identik sebagai hidangan spesial lebaran, tradisi ketupat ini diperkirakan berasal dari saat Islam masuk ke tanah Jawa. Dalam sejarah, Sunan Kalijaga adalah orang yang pertama kali memperkenalkannya pada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan dua kali Bakda, yaitu “Bakda Lebaran” dan “Bakda Kupat”. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah sudah selesai dimasak, kupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, menjadi sebuah lambang kebersamaan.
Ketupat sendiri menurut para ahli memiliki beberapa arti, diantaranya adalah (1)mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat. Yang ke (2), mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua. Yang ke(3) mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri.
Namun sejatinya, ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa yang masih muda. Selain di Indonesia, ketupat juga dijumpai di Malaysia, Brunei, Singapura dan di Filipina.


Berikut berbagai macam sebutannya dari berbagai macam suku:

  • bahasa Mandar: Atupe’
  • bahasa Bali: tipat
  • bahasa Banjar: katupat
  • bahasa Betawi: tupat
  • bahasa Cebu: puso
  • bahasa Filipino: bugnoy
  • bahasa Jawa: kupat
  • bahasa Kapampangan: patupat
  • bahasa Makassar: katupa’
  • bahasa Melayu/Indonesia: ketupat
  • bahasa Sunda: kupat
  • bahasa Tausug: ta’mu
  • bahasa Tolitoli: kasipat
  • bahasa Minangkabau: katupek
  • bahasa sasak: topat
  • bahasa madura: ketopak
  • bahasa Gorontalo: atupato
  • bahasa Angkola : Katupat

Macam ketupat juga beraneka ragam bentuknya, mulai dari yang imut, lucu hingga yang sophisticated dan rumit, namun ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal bersudut 7 lebih umum dan jajaran genjang bersudut 6 yang masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda.
Untuk membuat ketupat, kita perlu daun kelapa yang masih muda, bungkus ketupat yang dianyam menjadi sebuah wadah. Setelah itu, isi ketupat dengan beras yang sudah dicuci bersih dengan ukuran dua pertiga bagian dari volume bungkus ketupat. Setelah itu, masak selama 3 jam atau lebih sampai benar-benar masak. Cara memasakpun menurut selera, desa mawa cara, lain tempat lain pula cara memasak dan penyajiannya, ada yang sebelum di gunakan, daunnya di rendam semalaman terlebih dahulu supaya jika di rebus nanti warnanya tidak keruh atau mangkak, dsb. Ketupat yang sudah masak ditiriskan, lalu diangin-anginkan, Ketupat yang betul-betul sudah masak biasanya tahan sampai 2 hari. Setelah itu, bisa dikukus lagi agar tidak basi.

Dan ketupatpun sudah siap untuk kita kreasikan menjadi berbagai macam hidangan lezat beserta pelengkapnya, seperti sayur labu siam, sambal goreng kentang, sate telur puyuh, opor ayam, rendang daging, taburan koya kerupuk, dsb. Semuanya tergantung selera masing-masing serta mencerminkan ciri khas dari mana tempat asal daerahnya berada.

Menelusuri jejak ketupat memang unik dan menyenangkan, belum tahu persis siapa pencipta awal mula ketupat ini, jika melihat fakta kebudayaan Jawa sebagai pusat episentrum budaya, maka tak salah jika ia berasal dari tanah air, hasil kreasi asli anak bangsa, sehingga ia bisa menyebar menjadi hidangan khas asia tenggara.

Jika kita runut menurut tradisi dan budaya di tanah air, Ketupat paling banyak ditemui pada saat perayaan Hari Raya. lalu apakah ketupat hanya identik dengan hari raya terutama Lebaran saja?…
Kalau kita googling hampir 99% menyatakan demikian, tidak ada satupun yang mengupas ‘peradaban’ ketupat ini secara netral dan seimbang. Ada satu hal yang menurut saya masih kurang tepat atau mungkin kurang komplit infonya, bahwa di katakan ada sejak di perkenalkan oleh Sunan Kalijaga untuk mensyiarkan agama islam itu memang benar, karena beliau memadukan antara budaya setempat dengan agama islam. namun masyarakat Jawa sebelum kedatangan islam, jauh sebelumnya nusantara sudah akrab dengan hidangan yang bernama ketupat atau tipat atau apapun nama sebutannya, bahkan bukan tidak mungkin ketupat sudah ada sebelum asimilasi agama Hindu.
Kita masih bisa melacak jejak ketupat di Bali, yang mewarisi peninggalan budaya Majapahit dan saat ini masih tetap teguh menjaga aset leluhur nusantara, dimana tipat ini banyak di jumpai sehari-hari, baik untuk menu hidangan, jajanan khas pedagang warung kaki lima seperti rujak tipat catok, tipat sayur, tipat tahu, bakso dan soto tipat.

Di pulau Bali, tipat juga sering dipersembahkan sebagai sesajian uborampe upacara, mereka menggabungkan antara agama Hindu dan budaya Jawa, daun kulit kelapa yang masih muda di bentuk beraneka ragam yang melambangkan simbol ritual acara persembahyangan yang memiliki makna filosofis yang mendalam untuk jagad mikrokosmik dan makrokosmik.

Di Jawa, tradisi ketupat (kupat) lebaran menurut cerita adalah simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa ku = ngaku (mengakui) dan pat =lepat (kesalahan) yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan ajaran Islam di Pulau Jawa. Asilmilasi budaya dan keyakinan ini akhirnya mampu menggeser kesakralan ketupat menjadi tradisi Islami ketika ketupat menjadi makanan yang selalu ada di saat umat Islam merayakan lebaran sebagai momen yang tepat untuk saling meminta maaf dan mengakui kesalahan.

Praktis ketupat di pulau jawa atau pulau lainnya yang mayoritas beragama islam hanya menikmati ketupat pada hari raya saja. Ada masyarakat yang memegang tradisi untuk tidak membuat ketupat di hari biasa, sehingga ketupat hanya disajikan sewaktu lebaran dan hingga lima hari (Jawa, sepasar) sesudahnya. Bahkan ada beberapa daerah yang hanya menyajikan ketupat di hari ketujuh sesudah lebaran saja atau biasa disebut dengan Hari Raya Ketupat.

Di antara beberapa kalangan di Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat, biasanya sampai bertahun-tahun lamanya setia menggantung di situ, sampai mengering dan menjadi coklat warna ketupatnya.

Lain di Jawa lain pula di Bali, ketupat mudah di jumpai sehari-harinya, selain untuk hidangan tradisonal juga untuk upakara/ upacara banten atau sesajian. Ketupat adalah simbol kemakmuran dan kelimpahan rejeki yang harus kita syukuri tiap harinya. dan jika hari raya, setelah bersembahyang di Pura, mereka akan saling mengunjungi dan saling ‘menonjok’ berkirim makanan ke tetangga dan sanak saudara.

Ada plus minusnya, plusnya jika hanya di sajikan setahun sekali terasa begitu istimewah, minusnya karena di sajikan tiap hari terasa biasa saja 

Kalau direka-reka, bentuk ketupat itu serupa dengan bentuk hati. Konon, rumitnya anyaman yang membungkus ketupat merupakan simbol berbagai kompleksitas manusia yang membungkus hati kita…

Kita seharusnya tidak mengeklaim peradaban budaya secara sepihak, tidak benar kalau hidangan menu ketupat ini hanya populer sejak tahun 1400, informasi itu sama sekali tidak mendidik generasi, karena jauh sebelumnya masyarakat nusantara sudahlah akrab dengan hidangan yang terbuat dari anyaman daun kelapa bersegi empat.

Ketupat telah menjadi bagian budaya lintas ras, suku dan agama. Ia hadir untuk mengingatkan betapa mulia dan bijaksana leluhur bangsa ini. Semoga lewat panggraita ini sejarah, filosofi dan tradisi ketupat mampu menjembatani keaneragaman budaya serta mempersatukan kultur yang berbeda



Bagikan Yuk :

Ditulis Oleh : serambi ilmu // Senin, Oktober 14, 2013
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar