SEJARAH DAN FAEDAH KURBAN
Kurban adalah salah satu ibadah yang disyariatkan
dalam Islam. Ajaran ini merupakan ibadah yang pernah dijalankan Nabi Ibrahim AS
saat akan menyembelih putranya, Ismail, sebelum diganti dengan seekor kibas
(domba) oleh Allah SWT. Ibadah kurban sesungguhnya merupakan bentuk
kepasrahan seorang hamba kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Kata
kurban berasal dari bahasa Arab, yakni Qaraba dengan bentuk isim mashdar
‘qurbanan’, yang berarti dekat. Karena itu, tujuan berkurban adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah).
Secara istilah, sebagaimana disebutkan dalam
“Ensiklopedi Tematis Dunia Islam bab Ajaran”, kurban adalah penyembelihan hewan
dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Perintah untuk berkurban ini telah
digariskan oleh Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Kautsar [108] ayat 1-2.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. ”
“Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. ”
Namun, bila mencermati perintah Allah tentang
disyariatkannya ibadah kurban ini sesungguhnya seluruh Nabi dan Rasul Allah
telah melaksanakan perintah ini. Lihat Surah Al-Hajj [22] ayat 34.
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Mahaesa. Karena itu, berserah dirilah kamu kepada-Nya dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Mahaesa. Karena itu, berserah dirilah kamu kepada-Nya dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Dalam Alquran dijelaskan, selain bentuk
pendekatan diri kepada Allah dan syukur atas karunia yang diberikan-Nya, kurban
adalah bentuk ketakwaan seorang Muslim dan melaksanakan segala perintah Allah. “Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah, Allah telah
menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya
kepadamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS
Al-Hajj [22]: 37).
Kurban zaman Nabi Adam AS
Kurban zaman Nabi Adam AS
Dalam sejarahnya, ibadah kurban telah
dipraktikkan sejak zaman Nabi Adam AS. Dalam berbagai buku sejarah, termasuk
karya KHE Abdurrahman, “Hukum Kurban, Akikah dan Sembelihan”, disebutkan bahwa
kurban pertama kali di dunia dilakukan oleh dua anak Adam, yakni Habil dan
Qabil.
Sebagaimana dikisahkan dalam berbagai buku
sejarah Islam, kedua anak Adam ini diperintahkan oleh Allah untuk berkurban
sebagai syarat utama untuk menikahi saudara kembar Qabil yang bernama Iklima.
Adapun saudara Habil bernama Labuda. Adam memerintahkan kepada anak-anaknya
untuk menikah secara bersilang.
Misalnya, Habil menikah dengan Iklima dan Qabil
menikahi Labuda. Perintah Adam ini ditolak oleh Qabil dengan alasan ia lebih
mencintai Iklima, yang lebih cantik dibandingkan saudara Habil, Labuda. Untuk
itulah, Allah memerintahkan Nabi Adam AS untuk menguji kedua anaknya itu dalam
memberikan persembahan terbaik dari hasil usaha mereka kepada Allah, Tuhan
Mahapencipta. Qabil memberikan persembahan berupa hasil perkebunannya,
sedangkan Habil mempersembahkan hewan ternak. Qabil memberikan hasil kebun yang
kurang baik, sedangkan Habil memberikan hewan ternak yang gemuk. Qabil mewakili
kelompok petani, dan Habil mewakili peternak.
Dalam beberapa riwayat disebutkan, pada zaman
Nabi Adam sudah diperintahkan untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki
untuk dikurbankan. Sebagai petani, Qabil mengeluarkan kurbannya dari hasil
pertaniannya, yakni berupa sayur-mayur dan buah-buahan. Sebagai peternak, Habil
mengeluarkan hewan-hewan peliharaannya untuk kurban. Karena ketulusan dan
keikhlasan yang diberikan Habil, persembahannya diterima oleh Allah, sedangkan
persembahan Qabil ditolak.
Harta yang dikurbankan itu disimpan di suatu
tempat di Padang Arafah, yang sekarang menjadi napak tilas bagi para jamaah
haji. Sebagai tanda diterimanya kurban itu ialah dengan datangnya api dari
langit lalu membakarnya. Dan ternyata api menyambar hewan kurbannya Habil.
Melihat hal demikian, Qabil menaruh dendam kepada Habil. Ia pun marah dan
membunuh saudaranya itu. Peristiwa kurban yang dilakukan oleh kedua anak Nabi
Adam ini telah dijelaskan Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Maidah [5] ayat 27,
“Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang dua anak Adam (Habil dan Qabil)
dengan benar tatkala mereka (masing-masing) berkurban satu kurban, lalu
diterima dari seorang di antara mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari
yang lainnya (Qabil). Ia berkata (Qabil), ‘Aku pasti membunuhmu!’ Berkata
Habil, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang
bertakwa.”
Kurban zaman Nabi Ibrahim AS
Dikisahkan, di usianya yang sudah menginjak 100
tahun, Nabi Ibrahim belum dikaruniai seorang anak pun. Karenanya, ia ingin
sekali mendapat karunia seorang anak, dan beliau selalu berdoa, Rabbii hablii
minash-shaalihiin!” Wahai Rabbku, karuniakanlah kepadaku sebagian dari
keturunanku dari orang-orang yang saleh!”
Doa Nabi Ibrahim itu dikabulkan Allah SWT. Dia
diberi kabar akan mendapat anak yang saleh. Anak yang sangat didambakan Nabi
Ibrahim telah lahir dari rahim istrinya yang kedua, bernama Siti Hajar. Dia
amat mencintai dan menyayangi anaknya. Untuk menguji kecintaannya itu, Allah
memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya tersayang. Namun, kecintaan
Ibrahim kepada Allah jauh melebihi cintanya kepada sang anak. Hal ini pulalah
yang menyebabkan Ibrahim mendapat gelar Al-Khalil (Sang kekasih).
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ketika Allah
memberi julukan kepada Ibrahim sebagai kekasih-Nya, para Malaikat melakukan
protes. Sebab, julukan itu dianggap berlebihan. Namun, Allah menerangkan bahwa
julukan itu diberikan karena Ibrahim sangat tulus memberikan cinta dan
pengabdiannya kepada Allah.
Jibril bertanya pada Allah, “Ya Allah, mengapa
Engkau memberi gelar Khalilullah (kekasih Allah) kepada Ibrahim, padahal ia
sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia
pantas menjadi Khalilullah?” Allah menjawab, “Jangan kalian menilai secara
lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa
cinta selain kepada-Ku. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”
Lalu, malaikat Jibril mengujinya dan terbukti
bahwa kekayaan dan keluarganya tak sedikit pun membuat Ibrahim lalai dalam
mengabdi kepada Allah. Bahkan, Allah pun mengujinya dengan perintah agar
Ibrahim menyembelih putranya tersayang (Ismail). Walaupun perintah tersebut
disampaikan melalui mimpi (ru’yah shadiqah), dengan ketabahan, ketulusan, dan
tawakalnya kepada Allah, ia melaksanakan perintah tersebut dengan penuh
keyakinan dan kepasrahan. Lihat Surah Ash-Shaffat [37] ayat 102-105.
Ketulusannya tampak dari keberaniaan untuk tetap
melaksanakan kurban. Walaupun iblis selalu berusaha menggodanya, Ibrahim tetap
kukuh melaksanakan mimpi yang diyakini sebagai perintah dari Allah. Karena
itulah, di saat setan menggodanya, Ibrahim melempari setan dengan batu. Begitu
pula ketika setan menggoda Ismail, ia pun melempar baru. Setan kemudian menggoda
Siti Hajar, ia juga dilempari batu. Ketiganya (Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar)
secara bersama-sama melempari mereka dengan batu.
Prosesi pelemparan batu kepada setan ini kemudian
menjadi syariat perintah melempar jumrah bagi jamaah haji. Menyaksikan
peristiwa yang mengharukan itu malaikat Jibril kagum seraya mengucapkan takbir
sehingga sekarang takbiran itu menjadi tradisi. Kurban zaman Rasulullah SAW
Nabi Muhammad SAW melakukan kurban pada saat melaksanakan Haji Wada di Mina.
Kala itu Rasul SAW menyembelih 100 ekor unta, 63 ekor di sembelih dengan
tangannya sendiri dan sisanya disembelih oleh Ali bin Abu Thalib. Keseluruhan
hewan kurban tersebut disembelih setelah shalat Idul Adha dilaksanakan. (QS.
Al-Hajj [22]: 36). Dalam surah Al-Hajj [22] ayat 36 tersebut dijelaskan tentang
jenis hewan yang dijadikan kurban, tujuan dari berkurban, cara menyembelih
hewan kurban, waktu memakan daging kurban, dan orang-orang yang dapat memakan
daging kurban.
Berdasarkan contoh Rasulullah SAW inilah umat
Islam melaksanakan ibadah kurban. Di zaman pra-Islam, praktik kurban juga
pernah dilakukan Abdul Muthalib (kakek Rasul SAW) ketika harus untuk
mengurbankan Abdullah (ayah Rasul SAW) saat menggali sumur zamzam untuk
kebutuhan penduduk Makkah. Ketika itu, Abdul Muthalib bernazar, bila anaknya
sebanyak 10 orang, salah satu di antaranya akan dijadikan kurban atau
persembahan. Namun, karena sayangnya kepada Abdullah, Abdul Muthalib melakukan
pengundian hingga 10 kali, dan akhirnya tertulis nama Abdullah. Wallahu a’lam.
1. Kebaikan dari setiap helai bulu hewan
kurban
Dari Zaid ibn Arqam, ia berkata atau mereka
berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab:
“Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa
keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab:
“Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.”Mereka menjawab: “Kalau
bulu-bulunya?”Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu
kebaikan.” [HR. Ahmad dan ibn Majah]
2. Berkurban adalah ciri keislaman
seseorang
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban,
maka janganlah ia mendekati tempat shalat Ied kami.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]
3. Ibadah kurban adalah salah satu ibadah
yang paling disukai oleh Allah
Dari Aisyah, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada
amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi
dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari
kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya,
kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah
–sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke
tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” [HR. Ibn Majah dan Tirmidzi. Tirmidzi
menyatakan: Hadits ini adalah hasan gharib]
4. Berkurban membawa misi kepedulian pada
sesama, menggembirakan kaum dhuafa
“Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum
dan dzikir kepada Allah” [HR. Muslim]
5. Berkurban adalah ibadah yang paling
utama
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkurbanlah.” [Qur’an Surat Al Kautsar : 2]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ra sebagaimana
dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar
menguraikan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk
mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang
menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, sembelihanku
(kurban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” [Qur’an
Surat Al An’am : 162]
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang
paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling
utama adalah shalat…”
6. Berkurban adalah sebagian dari syiar
agama Islam
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan
Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)” [Qur’an Surat Al
Hajj : 34]
7. Mengenang ujian kecintaan dari Allah
kepada Nabi Ibrahim
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku
melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”
Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya
Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya),
(nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” [Qur’an Surat Ash Shaffat : 102 - 107]
0 komentar:
Posting Komentar